1. Tayangan 7 Manusia Harimau
Akhir April 2015 lalu, seorang anak kelas 1 SD di Pekanbaru meninggal akibat
pengeroyokan teman-temannya. Menurut keterangan orang tuanya, korban dan
teman-temannya sedang bermain-main menirukan
adegan perkelahian dalam sinetron “7 Manusia Harimau” yang
ditayangkan RCTI. Teman-temannya memukul dengan sapu dan menendang
seperti tergambar dalam sinetron. Akibat kejadian ini, korban mengalami
kerusakan syaraf dan meninggal setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Kejadian seperti ini pastinya bukan
pertama kalinya kita dengar. Memang penyebab kekerasan anak bisa beragam, dari
mulai lingkungan sosial sampai kondisi ekonomi keluarga. Tapi ini tidak serta
merta membantah bahwa tayangan kekerasan televisi juga punya andil dalam
berbagai peristiwa tersebut. Berikut beberapa contoh kasus kekerasan anak yang
muncul karena meniru tayangan televisi.
2. Gulat “Smack Down”
Pada 2006, tayangan “Smack Down”
dihentikan setelah banyak anak yang menjadi korban akibat menonton dan menirukan
adegan di dalamnya. Sedikitnya ada tujuh kasus kekerasan yang ditengarai akibat
tayangan “Smack Down” telah dilaporkan ke
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Sebelum dihentikan, “Smack Down”
sempat pindah jam tayang, dari sebelumnya di bawah pukul 22.00 WIB menjadi
tengah malam. Namun, penggantian jam tayang ini tidak memberikan solusi karena
telah banyak orang yang menggemarinya termasuk anak-anak.
3. Eksekusi Saddam Husein
Hukuman mati Saddam Husein pada 30 Desember
2006 ditayangkan di sejumlah jaringan televisi di Arab dan Barat. Setidaknya
lima orang anak dilaporkan gantung diri meniru hukuman mati Saddam setelah
menyaksikan eksekusinya di televisi. Di antaranya adalah seorang anak berumur
12 tahun di Aljazair yang digantung
sejumlah temannya dalam permainan meniru adegan eksekusi
Saddam. Kasus serupa menimpa bocah laki-laki berusia 10 tahun di Texas yang
dilaporkan secara tidak sengaja bunuh diri saat mencoba meniru adegan
penggantungan Saddam dengan mengikat leher di tempat tidur susun. Kasus
terakhir menimpa gadis berusia 15 tahun asal India Timur yang tertekan berat
setelah menyaksikan hukuman mati Presiden Irak tersebut.
4. Sulap Limbad
Pada 2009, seorang anak laki-laki
berusia 12 tahun di Jakarta Pusat ditemukan
tewas tergantung di ranjangnya yang bertingkat. Menurut keterangan
orang tua korban dan saksi lainnya, diketahui bahwa ia gemar meniru aksi
seorang pesulap di televisi. Setiap selesai menyaksikan tayangan “Limbad The
Master”, korban mempraktikkan adegan yang ditontonnya. Korban juga sempat
menusuk tangannya dengan sejumlah jarum kemudian dipertontonkan kepada
teman-temannya. Orang tua korban sering marah dan menegur kebiasaan anaknya
ini. Ketika akhirnya kebiasaan korban meniru sulap Limbad merenggut nyawanya,
orang tuanya sedang berjualan di pasar.
5. Petualangan Dora dan Diego
Pada 2008, masyarakat Inggris
dikejutkan dengan berita meninggalnya
seorang anak perempuanberusia 4 tahun karena leher terjerat pita
rambut miliknya. Korban meninggal dengan posisi yang sama persis dengan
tayangan kartun yang ditonton di hari sebelumnya. Menurut pengakuan orang
tuanya, korban sangat menyukai serial kartun “Dora The Explorer” dan “Go
Diego Go”. Pada salah satu tayangan kartun kesukaannya itu memperlihatkan
adegan seorang anak yang bergelantungan di pohon menggunakan seutas tali.
6. Kartun Serigala
Di tahun yang sama, dua orang kakak
beradik di Cina berusia 7 tahun dan 4 tahun dibakar temannya. Kedua korban
diikat ke sebuah pohon dan kemudian dibakar hidup-hidup. Akibat insiden ini
kedua anak tersebut mengalami luka bakar yang cukup serius. Pelaku yang berusia
10 tahun mengakui dirinya menirukan
salah satu adegan dari film kartun berjudul “Xi Yangyang &
Hui Tailang” atau dalam bahasa Inggris “Pleasant Goat and Big Big Wolf”.
Pengadilan Cina akhirnya memutuskan produser acara tersebut bersalah dan wajib
bertanggung jawab dengan membayar kompensasi biaya perawatan korban sebesar 15
7. Cyber Crime
Penyebaran virus dengan sengaja, ini
adalah salah satu jenis kasus cyber crime yang terjadi pada bulan Juli 2009,
Twitter (salah satu jejaring social yang sedang naik pamor di masyakarat
belakangan ini) kembali menjadi media infeksi modifikasi New Koobface, worm
yang mampu membajak akun Twitter dan menular melalui postingannya, dan
menjangkiti semua follower. Semua kasus ini hanya sebagian dari sekian banyak
kasus penyebaran malware di seantero jejaring social. Twitter tak kalah jadi
target, pada Agustus 2009 diserang oleh penjahat cyber yang mengiklankan video
erotis. Ketika pengguna mengkliknya, maka otomatis mendownload Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco.
Modus serangannya adalah selain
menginfeksi virus, akun yang bersangkutan bahkan si pemiliknya terkena imbas.
Karena si pelaku mampu mencuri nama dan password pengguna, lalu menyebarkan
pesan palsu yang mampu merugikan orang lain, seperti permintaan transfer uang .
Untuk penyelesaian kasus ini, Tim keamanan dari Twitter sudah membuang infeksi
tersebut. Tapi perihal hukuman yang diberikan kepada penyebar virusnya belum
ada kepastian hukum.
8. TV One
Melakukan Kebohongan Publik
Makelar
Kasus yang sedang menjadi sorotan media ini, sesuai dengan teori media ”Agenda
Setting” yaitu media membentuk persepsi atau pengetahuan publik tentang apa
yang dianggap penting. Dengan ungkapan lain, apa yang dianggap penting oleh
media, maka dianggap penting juga oleh publik. Ada hubungan positif antara
tingkat penonjolan yang dilakukan media terhadap suatu persoalan (issue) dan
perhatian yang diberikan publik terhadap yang ditonjolkan media.
Stasiun televisi Aburizal Bakrie, TVOne digugat kredibilitasnya. Program
Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret 2010 yang menghadirkan narasumber
seorang markus (makelar kasus) pajak, Andreas Ronaldi, diduga adalah markus
palsu. TVOne menghadirkan Andreas Ronaldi, pria yang mengaku markus di
Mabes Polri. Pada waktu itu, Andreas mengenakan topeng dan menggunakan nama
samaran Roni. Selain itu, suaranya pun diubah sedemikian rupa sehingga tak
tampak suara aslinya. Andreas mengaku ia telah menjadi markus selama 12 tahun
di lingkungan Mabes Polri. Mabes Polri kemudian menangkap seorang yang diklaim
sebagai narasumber program acara Apa Kabar Indonesia Pagi tersebut pada tanggal
7 April 2010, dengan landasan dugaan rekayasa berita.
Andreas adalah seorang karyawan lepas pada sebuah perusahaan media
hiburan.
Terkait dengan pernyataan yang dikeluarkan Mabes Polri, TVOne menyatakan belum dapat memastikan apakah makelar kasus yang dimaksud adalah narasumber yang pernah tampil di program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret lalu. Tetapi, juru bicara TVOne, sekaligus General Manajer Divisi Pemberitaan, Totok Suryanto menyatakan bahwa tidak pernah ada rekayasa yang di lakukan dalam setiap pemberitaan.
Terkait dengan pernyataan yang dikeluarkan Mabes Polri, TVOne menyatakan belum dapat memastikan apakah makelar kasus yang dimaksud adalah narasumber yang pernah tampil di program Apa Kabar Indonesia Pagi tanggal 18 Maret lalu. Tetapi, juru bicara TVOne, sekaligus General Manajer Divisi Pemberitaan, Totok Suryanto menyatakan bahwa tidak pernah ada rekayasa yang di lakukan dalam setiap pemberitaan.
Andreas Ronaldi mengaku menjadi oknum markus di Mabes Polri berdasarkan
permintaan dari pihak pembawa acara televisi swasta yang berinisial IR dengan
imbalan 1,5 juta rupiah. Andreas juga mengatakan bahwa keterangan yang ia
berikan itu hanya untuk mengumpan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum,
Denny Indrayana. . Presenter TV One Indy Rahmawati, diduga tokoh yang
paling berperan di balik kasus rekayasa narasumber tersebut.Perekayasaan
narasumber ini jelas dilakukan karena faktor persaingan antar media televisi,
yaitu untuk memperoleh rating yang tinggi.
Sesuai
dengan kebijakan Dewan pers, maka kasus ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
personal presenter Indy Rahmawati, melainkan orang yang mewakili stasiun
televisi tersebut secara institusi, yaitu pemimpin redaksi. TV One dituduh
melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, pada pasal 4 yang berbunyi
”Wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Maka kasus
pelanggaran ini akan diselesaikan sesuai dengan aturan Kode Etik Jurnalistik,
yaitu dengan pemberian hak jawab, hak koreksi, meralat informasi yang salah,
dan memohon maaf kepada pihak-pihak yang telah dirugikan akibat kasus rekayasa
ini.