A.
Sejarah
Sistem Pers di Indonesia
1.
Sistem Pers Orde Lama.
Sistem Pers diciptakan untuk menentukan bagaimana sebaiknya pers tersebut
dapat melaksanakan kebebasan dan tanggung jawabnya. Sistem kebebasan pers
Indonesia sendiri merupakan bagian dari sistem kemerdekaan yang lebih luas,
yaitu kemerdekaan untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan lisan dan
tulisan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, yang harus diatur lebih
lanjut dalam undang-undang. Namun kenyataannya selama kurang lebish 17 tahun
undang-undang yang mengatur kehidupan pers itu tidak pernah terwujud, hanya
baru sampai pada rancangan dan pembicaraan-pembicaraan.
Rancangan undang-undang pers yang dipersiapkan oleh panitia pers dan
perencanaan perundang-undangan pers telah diserahkan kepada Menteri Penerangan
pada tanggal 11 Agustus 1954 dan sembilan bulan kemudian, pada tanggal 11 Mei
1955 rancangan undang-undang tersebut telah disampaikan kepada kabinet Ali
Sastroamidjojo. Namun selanjutnya nasib rancangan undang-undang ini tak menentu
lagii rimbanya, karena hingga berakhirnya era demokrasi liberal, Sistem Pers
Indonesia belum memiliki undang-undang sebagai landasan yuridisnya.
Di era demokrasi terpimpin para tokoh pers terus berusaha agar rancangan
undang-undang pers dapat disahkan. Para
penguasa pun berulangkali membicarakan tentang pengesahan undang-undang pers,
namun baru pada akhir kepemimpinannya 12 Desember 1966, Presiden Soekarno
mengesahkan UU No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers.
Undang-undang ini nantinya menjadi landasan yuridis sistem pers di awal
pemerintahan orde baru.
2.
Sistem Pers Orde Baru.
Semenjak diundangkannya Undang-Undang Pokok Pers No. 11 tahun 1966,
Menurut S.Tasrif Sistem Pers Orde Baru mengalami kebebasan yang cukup luas
geraknya. Namun setelah peristiwa “ Malari “ tahun 1974, kebebasan pers
mengalami set-back. Beberapa surat kabar dilarang terbit dan pengawasan
terhadap kegiatan pers serta wartawan diperketat. Larangan-larangan dari
penguasa lebih digiatkan seperti larangan melalui telepon agar pers tidak
menyiarkan berita tertentu, atau dengan jalan memperingatkan wartawan untuk
lebih mentaati kode etik jurnalistik sebagai “self cencorship“.
Lembaga-lembaga
pers yang ada pada waktu itu adalah :
a. Dewan
Pers, yaitu merupakan lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di
Indonesia, dan memegang peranan utama dalam pembangunan pelembagaan bagi
pertumbuhan dan perkembangan pers. Walaupun demikian, pembinaan pers berada
ditangan pemerintah (Menteri Penerangan, yang dalam pemerintahan reformasi
kemudian ditiadakan).
b. Organisasi
Pers, yang termasuk kedalam katagori organisasi pers adalah Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Serikat Grafika Pers
(SGP), dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).
Indonesia pernah menganut sistem pers otoriter dan sistem
pers liberal sebelum akhirnya menganut sistem pers tanggung jawab sosial.
Ketika masa orde baru, pers Indonesia sempat menganut sistem pers otoriter,
dimana Pemerintah melalui Departemen Penerangan pada masa itu mengontrol
seluruh kegiatan pers, mulai dari keharusan memiliki SIUPP bagi lembaga pers,
kontrol isi yang amat ketat terhadap pemberitaan pers sampai dengan seringnya
kasus pembredelan terhadap media yang dianggap mengganggu stabilitas, ketentraman
dan kenyamanan hidup masyarakat dan negara. Kebebasan pers berada di tangan
pemerintah. Pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem
politik.
Pasca orba (masa reformasi), pers Indonesia seakan memperoleh
kebebasannya yang selama ini tidak pernah benar-benar dirasakan. Pemerintahan
Habibie yang pada masa itu menggantikan Soeharto mencabut SIUPP kemudian masa
pemerintahan berikutnya di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan
Megawati Soekarnoputri, pemerintah membubarkan Departemen Penerangan. Era
kebebasan pers pun dimulai. Sistem pers Indonesia pun berubah menjadi sistem
pers liberal. Hal ini dapat dilihat melalui minimnya self censhorsip pada
media, artinya media lemah dalam melihat apakah suatu berita layak dimunculkan
dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya
kemunculan berbagai media yang mengangkat tema pornografi guna memenuhi
permintaan pasar. Selain itu, muncul pula kecenderungan media untuk mengadili
seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan hukum oleh pengadilan. Hal ini
dapat dilihat pada kasus Soeharto.
Pada awal-awal masa reformasi, media seakan-akan berlomba
untuk mengadili sosok Soeharto. Namun
lambat laun sistem pers Indonesia mulai berubah dan menyesuaikan dengan
ideologi serta etika dan moral yang berkembang di masyarakat. Mulai selektifnya
masyarakat dalam memilih media yang akan dikonsumsi menyebabkan lambat laun
media-media jurnalisme “lher” hilang dengan sendirinya karena kurang mampu
bersaing dengan media-media yang lebih berkulitas dan edukatif dalam
menyampaikan informasi.
B.
Perbandingan
Sistem Pers Indonesia
Perbandingan Sistem Pers
berarti, persamaan dan perbedaan media komunikasi yang digunakan pada masa-masa
tertentu yang merunut pada sistem, prinsip dan teori-teori pers yang berkembang
dari dahulu hingga saat ini. Sebuah kajian untuk membandingkan suatu sistem
pers yang berlaku pada saat tertentu untuk Indonesia sendiri ada berbagai
sistem pers yang ada. Karena sistem pers dipengaruhi oleh kondisi politik suatu
negara, di Indonesia sendiri terjadi berbagai gejolak yang mempengaruhi sistem
pers yang berlaku. Perbandingan sistem pers digunakan untuk memahami atau
mengetahui sistem apa yang digunakan oleh suatu negara
1.
Persamaan
Masa orla dan
orba sistem persnya sama-sama otoriter.
2.
Perbedaan
Masa orla ada yang disebut
pers partisan yaitu pers dijadikan sebagai corong partai-partai politik besar.
Secara filosofis pers tidak lagi mengabdi kepada kebenaran
untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk para pejabat partai. Pers di
masa ini dijadikan alat propaganda oleh parpol-parpol tertentu dan pada masa
ini dari tahun 1945-1959 merupakan pers demokrasi liberal dan dari tahun
1959-1966 merupakan pers terpimpin yang mana pada masa ini pers lebih banyak
merupakan alat penguasa dari pada alat penyambung lidah rakyat
Sedangkan di masa orba tidak ada lagi istilah pers partisan
adapun kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan orba sbb :
Kelebihan
sistem Pemerintahan Orde Baru :
·
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada
tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
·
sukses transmigrasi
·
sukses KB
·
sukses memerangi buta huruf
·
sukses swasembada pangan
·
pengangguran minimum
·
sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
·
sukses Gerakan Wajib Belajar
·
sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
·
Sukses keamanan dalam negeri
·
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
·
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta
produk dalam negeri.
Kekurangan
Sistem Pemerintahan Orde Baru :
· Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
· Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan
timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan
karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
· Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah
karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
· Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para
transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada
tahun-tahun pertamanya
· Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
· Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
· Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibrendel
· Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan,
antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
·
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan
ke pemerintah/presiden selanjutnya)