Blogger Widgets

Selasa, 19 Januari 2016

Komunikasi Pariwisata


Pantai Meleura terletak di Desa Lakarinta, Kecamatan Lohia yang jaraknya hanya 18 kilometer dari Kota Raha. Panorama alam yang ditawarkan pantai ini sangat menawan. Letaknya yang jauh dari pemukiman penduduk membuat kawasannya terasa lebih asri dan natural. Airnya yang jernih membuat pandangan mata pengunjung seolah bisa menembus dasar laut. Bebatuan putih tanpa lumpur menyempurnakan keindahan perairan tersebut
 
Selain itu, di sekitar pantai ini juga terdapat gua yang pernah digunakan masyarakat untuk bersembunyi dan mengintai musuh di masa perang kerajaan Muna.
 
Oleh karena itu, tidak salah jika Pantai Meleura di sebut sebagai salah satu surge wisata di Sulawesi Tenggara.
 
 

Rabu, 13 Januari 2016

Sejarah dan Perbandingan Sistem Pers Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru


A.    Sejarah Sistem Pers di Indonesia
1.      Sistem Pers Orde Lama.
Sistem Pers diciptakan untuk menentukan bagaimana sebaiknya pers tersebut dapat melaksanakan kebebasan dan tanggung jawabnya. Sistem kebebasan pers Indonesia sendiri merupakan bagian dari sistem kemerdekaan yang lebih luas, yaitu kemerdekaan untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan lisan dan tulisan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945, yang harus diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Namun kenyataannya selama kurang lebish 17 tahun undang-undang yang mengatur kehidupan pers itu tidak pernah terwujud, hanya baru sampai pada rancangan dan pembicaraan-pembicaraan.
Rancangan undang-undang pers yang dipersiapkan oleh panitia pers dan perencanaan perundang-undangan pers telah diserahkan kepada Menteri Penerangan pada tanggal 11 Agustus 1954 dan sembilan bulan kemudian, pada tanggal 11 Mei 1955 rancangan undang-undang tersebut telah disampaikan kepada kabinet Ali Sastroamidjojo. Namun selanjutnya nasib rancangan undang-undang ini tak menentu lagii rimbanya, karena hingga berakhirnya era demokrasi liberal, Sistem Pers Indonesia belum memiliki undang-undang sebagai landasan yuridisnya.
Di era demokrasi terpimpin para tokoh pers terus berusaha agar rancangan undang-undang pers dapat disahkan. Para penguasa pun berulangkali membicarakan tentang pengesahan undang-undang pers, namun baru pada akhir kepemimpinannya 12 Desember 1966, Presiden Soekarno mengesahkan UU No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Undang-undang ini nantinya menjadi landasan yuridis sistem pers di awal pemerintahan orde baru.
2.      Sistem Pers Orde Baru.
Semenjak diundangkannya Undang-Undang Pokok Pers No. 11 tahun 1966, Menurut S.Tasrif Sistem Pers Orde Baru mengalami kebebasan yang cukup luas geraknya. Namun setelah peristiwa “ Malari “ tahun 1974, kebebasan pers mengalami set-back. Beberapa surat kabar dilarang terbit dan pengawasan terhadap kegiatan pers serta wartawan diperketat. Larangan-larangan dari penguasa lebih digiatkan seperti larangan melalui telepon agar pers tidak menyiarkan berita tertentu, atau dengan jalan memperingatkan wartawan untuk lebih mentaati kode etik jurnalistik sebagai “self cencorship“.
 
Lembaga-lembaga pers yang ada pada waktu itu adalah :
a.       Dewan Pers, yaitu merupakan lembaga tertinggi dalam sistem pembinaan pers di Indonesia, dan memegang peranan utama dalam pembangunan pelembagaan bagi pertumbuhan dan perkembangan pers. Walaupun demikian, pembinaan pers berada ditangan pemerintah (Menteri Penerangan, yang dalam pemerintahan reformasi kemudian ditiadakan).
b.      Organisasi Pers, yang termasuk kedalam katagori organisasi pers adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).

Indonesia pernah menganut sistem pers otoriter dan sistem pers liberal sebelum akhirnya menganut sistem pers tanggung jawab sosial. Ketika masa orde baru, pers Indonesia sempat menganut sistem pers otoriter, dimana Pemerintah melalui Departemen Penerangan pada masa itu mengontrol seluruh kegiatan pers, mulai dari keharusan memiliki SIUPP bagi lembaga pers, kontrol isi yang amat ketat terhadap pemberitaan pers sampai dengan seringnya kasus pembredelan terhadap media yang dianggap mengganggu stabilitas, ketentraman dan kenyamanan hidup masyarakat dan negara. Kebebasan pers berada di tangan pemerintah. Pers tunduk pada sistem pers, sistem pers tunduk pada sistem politik.
Pasca orba (masa reformasi), pers Indonesia seakan memperoleh kebebasannya yang selama ini tidak pernah benar-benar dirasakan. Pemerintahan Habibie yang pada masa itu menggantikan Soeharto mencabut SIUPP kemudian masa pemerintahan berikutnya di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri, pemerintah membubarkan Departemen Penerangan. Era kebebasan pers pun dimulai. Sistem pers Indonesia pun berubah menjadi sistem pers liberal. Hal ini dapat dilihat melalui minimnya self censhorsip pada media, artinya media lemah dalam melihat apakah suatu berita layak dimunculkan dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dengan maraknya kemunculan berbagai media yang mengangkat tema pornografi guna memenuhi permintaan pasar. Selain itu, muncul pula kecenderungan media untuk mengadili seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan hukum oleh pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada kasus Soeharto.
Pada awal-awal masa reformasi, media seakan-akan berlomba untuk mengadili sosok Soeharto. Namun lambat laun sistem pers Indonesia mulai berubah dan menyesuaikan dengan ideologi serta etika dan moral yang berkembang di masyarakat. Mulai selektifnya masyarakat dalam memilih media yang akan dikonsumsi menyebabkan lambat laun media-media jurnalisme “lher” hilang dengan sendirinya karena kurang mampu bersaing dengan media-media yang lebih berkulitas dan edukatif dalam menyampaikan informasi.


B.     Perbandingan Sistem Pers Indonesia
Perbandingan Sistem Pers berarti, persamaan dan perbedaan media komunikasi yang digunakan pada masa-masa tertentu yang merunut pada sistem, prinsip dan teori-teori pers yang berkembang dari dahulu hingga saat ini. Sebuah kajian untuk membandingkan suatu sistem pers yang berlaku pada saat tertentu untuk Indonesia sendiri ada berbagai sistem pers yang ada. Karena sistem pers dipengaruhi oleh kondisi politik suatu negara, di Indonesia sendiri terjadi berbagai gejolak yang mempengaruhi sistem pers yang berlaku. Perbandingan sistem pers digunakan untuk memahami atau mengetahui sistem apa yang digunakan oleh suatu negara
1.      Persamaan
Masa orla dan orba sistem persnya sama-sama otoriter.
2.      Perbedaan
Masa orla ada yang disebut pers partisan yaitu pers dijadikan sebagai corong partai-partai politik besar.

Secara filosofis pers tidak lagi mengabdi kepada kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk para pejabat partai. Pers di masa ini dijadikan alat propaganda oleh parpol-parpol tertentu dan pada masa ini dari tahun 1945-1959 merupakan pers demokrasi liberal dan dari tahun 1959-1966 merupakan pers terpimpin yang mana pada masa ini pers lebih banyak merupakan alat penguasa dari pada alat penyambung lidah rakyat
Sedangkan di masa orba tidak ada lagi istilah pers partisan adapun kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan orba sbb :

Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru :
·         Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
·         sukses transmigrasi
·         sukses KB
·         sukses memerangi buta huruf
·         sukses swasembada pangan
·         pengangguran minimum
·         sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
·         sukses Gerakan Wajib Belajar
·         sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
·         Sukses keamanan dalam negeri
·         Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
·         Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru :
·        Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
·        Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
·       Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
·        Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
·       Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
·        Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
·        Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibrendel
·        Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
·         Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)